Rabu, 08 Desember 2010

thoharoh


TOHAROH
1.      PENGERTIAN THAHARAH 
Thaharah berarti bersih ( nadlafah ), suci ( nazahah ) terbebas ( khulus ) dari kotoran ( danas ).
Menurut syara’ thaharah itu adalah mengangkat ( menghilangkan ) penghalang yang timbul dari hadats dan najis. dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.
-          ­Secara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau An-Nazahah (pensucian).
-          Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats. Atau  mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku yang kotor/ tidak terpuji.
Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.(Q.S. al-Baqarah, 2 : 222).
Bersuci adalah bagian terpenting dari kehidupan seorang muslim. Bersuci berkaitan erat dalam hal sah atau tidaknya ibadah mahdoh (wajib) yang kita lakukan. Sebagai contoh sholat, sebelum mengerjakan sholat kita diwajibkan berwudhu terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu penutup iman”. (HR. Muslim).
Suci (thaharah) itu terdiri dari dua macam, yaitu : suci lahir dan suci batin. Secara definitif yang dimaksud dengan suci batin ialah suci dari dosa dan maksiat. Untuk bersuci secara batin melalui bertobat dengan tobat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh) dan membersihkan diri dari penyakit hati seperti syirik, sombong, hasad, dengki dan lain-lain. Semua itu dilakukan dengan keikhlasan dan berniat hanya mencari ridha Allah SWT.
Bersuci secara lahir maksudnya adalah bersuci dari hadats. Suci dari hadats artinya menghilangkan najis-najis dengan menggunakan air yang suci guna membersihkan pakaian, badan dan tempat ibadah yang dipakai untuk shalat.




2.      Macam-Macam Thoharoh
Thoharoh ada dua macam, yaitu:
1.     Thoharoh Bathiniyah Ma'nawiyah (pensucian jiwa).
Yaitu mensucikan diri, hati dan jiwa dari noda syirik, syak (keraguan), subhat (racun kebohongan) dan bentuk-bentuk perbuatan maksiat lainnya.
Cara-caranya dengan:
-          Mengikhlaskan ibadah hanya kepada Alloh semata, dengan memfokuskan tujuan dan sasaran ibadah hanya kepada-Nya saja.
-          Mutaba'ah (mengikuti) Rosululloh saw dalam beramal, berperilaku, bermuamalah dan berakhlak, bahkan dalam segala hal yang kita anggap remeh sekalipun.
-          Membersihkan diri dari pengaruh dan noda hitam perbuatan maksiat, dosa-dosa dan segala bentuk penyimpangan dalam syari'at, dengan taubat nashuhah (sungguh-sungguh)
2.     Thoharoh Dzohiroh Hissiyah
Yaitu membersihkan diri dari khobats (kotoran luar) dan hadats (dari dalam).
Khobats adalah najis (kotoran) yang dapat dihilangkan dengan air seperti kotoran yang melekat dibaju orang sholat, dibadan dan ditempat sholatnya. Sedangkan hadats adalah thoharoh dari kotoran yang khusus dan tertentu cara menghilangkannya yaitu dengan wudhu, mandi atau tayamum. (inilah yang menjadi bahasan dalam bab ini).

AIR SEBAGAI  ALAT  BERSUCI
Air digunakan sebagai alat bersuci berdasarkan firman Allah SWT.
Dan ketetapan Rasulullah SAW misalnya,
 “dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu...” (Q.S. al-Furqan, 25 : 28)

Jenis-Jenis Air
Ada empat (4) jenis air yaitu:
1)        Air Mutlaq.
Yaitu air yang secara dzat / dzohirnya suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci (suci mensucikan). Diantaranya adalah:
a)      Air hujan, salju atau es (hujan es), embun, mata air dan air sungai.
Alloh swt berfirman:
Artinya:"Dan Alloh menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu". (QS. Al Anfaal:11)
Abu Huroiroh ra berkata tentang doa iftitah Rosululloh saw:
اللَّهُمَّ باعِدْ بَيني وَبَيْنَ خَطايايَ كَما باعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّني مِنْ خَطايايَ كَما يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللّهُـمَّ اغْسِلْني مِنْ خَطايايَ، بِالثَّلْجِ وَالمـاءِ وَالْبَرَدِ“.
"Ya Alloh jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahan sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Alloh sucikanlah aku dari segala kesalahan sebagaimana disucikannya baju putih dari kotoran. Ya Alloh cucilah kesalahanku dengan air, air salju dan air embun". (HR. Bukhori: 1/181 dan Muslim: 1/419)
b)      Air Laut
Abu Huroiroh ra berkata:
"seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh saw seraya berkata: ya Rosululloh, saya sedang brlayar dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu memakai air minum itu, kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Rosululloh saw bersabda: laut itu suci airnya dan halal bangkainya". (HR. At-Tirmidzi: 63, ia berkata ini hadits hasan shohih)
c)      Air zamzam.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ دَعَا بِسَجْلٍ مِنْ مَاءِ زَمْزَمٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ
Ali ra berkata:
" sesungguhnya Rosululloh saw minta satu ketel air zamzam, lalu beliau meminumnya dan berwudhu dengannya". (lihat Irwaul Gholil: 13, shohih)
d)   Air yang tercampur, karena telah lama tergenang pada suatu tempat atau karena bercampur dengan benda yang dapat merubah dzat air tersebut seperti air yang dipeuhi oleh lumut atau ganggang atau bercampur dengan daun-daun (yang membusuk).
2)     Air Must'mal.
Yaitu air sisa wudhu atau mandi. Air jenis ini hukumnya sama dengan hukum air mutlak yaitu suci mensucikan.
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ فِيْ جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُوْلَ اللهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ: "إِنَّ المَاءَ لَا يَجْنِبُ".
”sebagian isteri-isteri Nabi saw mandi disatu bak. Kemudian Nabi Muhammad saw hendak berwudhu dari air tersebut. Maka isterinya berkata:"Ya Rosulalloh saya tadi junub. Beliau menjawab: sesungguhnya air tidak menjadi junub". (HR. At-Tirmidzi: 65, ia berkata: ini hadits hasan shohih)
Hadits ini dijadikan dalil atas sucinya air musta'mal. Dan air tidak menjadi junub dengan mandinya orang junub dari air dikolam tersebut.
3)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci
Seperti bercampur dengan sabun, minyak zaitun, za'faron, tepung dan sesuatu lainnya yang dapat merubah dzat air. Hukum air ini adalah suci selama masih dianggap sebagai air murni.
Dan apabila secara adat sudah tidak dapat dikatakan sebagai air maka ia pun tetap suci,  namun tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Ummu Athiyah berkata:
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيِّ وَ نَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ: اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ مِنْ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
"Nabi saw memasuki kami saat kami memandikan anak putrinya. Beliau bersabda: mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih jika dipandang perlu dengan campuran air dan daun bidara….". (HR. Bukhori : 1253 dan Muslim: 939)
4)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang najis.
Hal ini masih mempunyai dua kemungkinan, yaitu:
a.       Jika najis tersebut merubah dzat (rasa, warna dan bau) air, maka airnya tidak dapat digunaka untuk thoharoh.
b.      Jika najis tersebut tidak merubah salah satu dari dzat air, sehingga secara adat pun air tersebut masih dianggap sebagai air, maka hukumnya suci mensucikan.


2.      Air yang dipanaskan dengan matahari (air musyammas), ialah air yang terjemur pada matahari dalam bejana selain emas dan perak tetapi dalam bejana yang terbuat dari logam yang dapat berkarat. Air jenis ini suci dan menyucikan tetapi hukumnya makruh untuk digunakan karena dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit. Adapun air yang berada di dalam bejana bukan logam atau air yang dipanaskan bukan dengan matahari seperti direbus tidak termasuk dalam jenis air musyammas.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, sesungguhnya dia memanaskan air pada sinar matahari, maka Rasulullah bersabda kepadanya. "Jangan engkau berbuat begitu wahai humaira, karena sesungguhnya yang demikian itu akan menimbulkan penyakit barash (sapak)". (HR. Al-Baihaqi).
3.      Air Muta'mal atau thohir ghairu muthohir (suci tidak mensucikan), yaitu air yang hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada tiga macam air yang termasuk jenis ini, yaitu :
a.       Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya (warna, bau atau rasanya). Contoh air kopi, teh.
b.      Air suci yang sedikit yang kurang dari 2 kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci walalupun tidak berubah sifatnya.
c.       Air buah-buahan dan air pepohonan seperti air kelapa, air nira dan sebagainya.

4.      Air Najis, yaitu air yang tadinya suci dan kurang dari 2 kullah tetapi terkena najis walaupun tidak berubah sifatnya atau air yang lebih dari 2 kullah terkena najis berubah salah satu sifatnya. Air jenis ini tidak sah bila digunakan untuk berwudhu, mandi atau menyucikan benda yang terkena najis.
"Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali telah berubah rasanya, warnanya atau baunya." (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).

"Apabila air itu cukup dua qullah tidak dinajisi suatu apapun." (HR. Imam yang lima).

Macam-macam dan Najis dan Cara Menghilangkannya

1. Najis Mukhoffafah (ringan)
Yang termasuk dalam najis ringan adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu selain ASI.
Cara menghilangkan najis ringan adalah dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis tersebut, sebagaimana sabda Rasul :
"Dibasuh dari kencing anak perempuan dan dipercikkan air dari air kencing anak laki-laki." (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

2. Najis Mutawassithoh (sedang)
Yang termasuk kelompok najis ini adalah :
a. Bangkai
Yang dimaksud bangkai adalah binatang yang mati karena tidak disembelih ata disembelih tidak menurut aturan syariat Islam, termasuk bagian tubuh dari hewan yang dipotong ketika masih hidup.
"Diharamkan atas kamu bangkai". (QS. Al-Maidah : 3).
"Segala sesuatu (anggota tubuh) yang dipotong dari binatang yang masih hidup termasuk bangkai". (HR. Abu Daud dan Turmudzi dari Abi Waqid Al-Laitsi).
Bangkai yang tidak termasuk najis adalah ikan dan belalang, keduanya halal untuk dimakan.

b. Darah
Semua macam darah termasuk najis, kecuali darah yang sedikit seperti darah nyamuk yang menempel pada badan atau pakaian maka hal itu dapat dimaafkan.
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3).

c. Nanah
Nanah pada hakikatnya adalah darah yang tidak sehat dan sudah membusuk. Baik nanah ini kental ataupun cair hukumnya adalah najis.

d. Muntah

e. Kotoran manusia dan binatang
Kotoran manusia dan binatang, baik yang keluar dari dubur atau qubul hukumnya najis, kecuali air mani. Walaupun air mani tidak najis tetapi hendaknya dibersihkan.

f. Arak (khamar)
Semua benda yang memabukkan termasuk benda najis, berdasarkan firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan." (QS. Al-Maidah : 90).

Najis mutawashithoh terbagi dua, yaitu :
(1) Najis 'Ainiyah, yaitu najis mutawashitoh yang masih kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Cara membersihkannya dengan menghilangkan najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, bau dan rasanya.

(2) Najis Hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya tetapi sudah tidak kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Contohnya adalah air kencing yang sudah mengering. Cara membersihkannya cukup dengan menggenangi/menyirami air mutlaq pada tempat yang terkena najis hukmiyah tersebut.

3. Najis Mughallazhoh (berat)
Yang termasuk najis ini adalah air liur dan kotoran anjing dan babi. Cara menghilangkan najis mughollazoh adalah dengan menyuci najis tersebut sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satunya dengan memakan debu yang suci. Rasulullah SAW bersabda :
"Sucinya tempat dan peralatan salah seorang kaamu, apabila dijilat anjing hendaklah dicuci tujuh kali, salah satunya dengan debu (tanah)." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)


1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Ukhti... Bolehkah saya Copy paste postingan Ukhti ini... ?

    BalasHapus